Senin, 14 Juli 2008

RESENSI BUKU

Mereka Masih Saja Tersisih Judul : Orang Desa ‘Anak Tiri Perubahan’ Penulis : Madekhan Ali Penerbit : Averroes Press Cetakan : Pertama, april 2007 Tebal : 210 halaman Presensi : Muhamad Azhari A.F* ‘’Buku ini berupaya menyajikan praksis pembangunan pedesaaan kontemporer, terutama ketika desentralisasi kekuasaan bergulir di Indonesia’’ (Madekhan Ali). Tak disangkal, desa merupakan unit terbawah dalam sistem pemerintahan di Idonesia. Meski secara akedemis desa merupakan parameter; apakah sebuah bangsa itu makmur atau tidak, adil atau tidak, bermartabat atau tidak. Namun hinggga kini desa tetap saja anak tiri. Teralienasi dari hingar-bingar demokratiasi, terdepak dari perubahan, bahkan sering dilupakan. Di zaman penjajahan meski secara ekonomi politik, peran desa dianggap sebagai organisasi kekuasaan yang berotonomi, namun dibalik itu desa hanyalah senjata penetrasi sekaligus lahan ekspliotasi. Situasi ini berlanjut hingga orde lama, meski dengan pola yang sedikit berbeda. Pada masa ini grass root terkait langsung dengan partai-partai politik dan organisasi. Hal ini membawa desa pada ketertinggalan ekonomi dan terkikisnya keharmonisan diantara masyarakatnya. lebih dari itu politik pedesaan-pun belum mencerminkan artikulasi kepentingan rasional rakyat di Desa. Orde baru memposisikan desa sebagai top-down bureaucratic approach yang hanya berorientasi pada target. Melalui birokrasi ditingkat lokal rezim tiran ini mendorong terlaksananya kapitalisasi pertanian di tingkat Desa. Pemerintah diharuskan mencapai target-target yang telah ditentukan dari atas untuk menekan para petani dibawahnya agar menerapkan pertanian yang di dasarkan pada teori-teori modernisasi (M.Mas’ud S, kata pengantar, hal x). Pemberlakuan otonomi daerah dengan beragam semangat dan 3 prinsip good and clean government, (transparansi, partisipasi dan akuntabilatas-nya), juga tak semerta-merta menyelesaikan soal-soal ketimpangan diranah desa. Sebabnya tak lain, kebijakan tersebut luput dalam melihat berbagai prasyarat dalam mewujudkan visi desentralisasi. Disini otonomi daerah dalam implementasinya justru dijadikan sebagai arena komparomi elit politik daerah untuk memenuhi kepentingan-kepentingan kelompok mereka. Dalam konteks ini apakah otonomi daerah bisa berdampak langsung pada desa. Ah, rasanya diranah ini wong ndeso masih akan terus tersisih. Kesadaran bahwa ‘manusia desa’ telah lekat dengan entitas lapis bawah, subyek pembodohan, sasaran pemiskinan, kian menambah pesimisme pembangunan desa. Padahal tak sedikit kritik-kritik konstruktif maupun saran-saran politis yang menyuarakan nada optimis bahwa Desa mampu bangkit dengan inisisi orang-orangnya. dan buku ini merupakan bagian dari suara itu. Madekhan Ali, dalam karyanya ini mencoba menyeruak berbagai varian yang menjadi kelemahan dalam upaya-upaya pembangunan desa. Meski dengan teori pembangunan yang sudah memudar namun berbagai data dan fakta yang aktual menjadikan karya ini layak di apresiasi. Melalui karya ini kita digiring untuk melihat wajah komunalisme dan kemiskinan di pedesaan. Kita juga diajak melihat berbagai sketsa desa dalam pembangunan. Dengan spirit ‘pembangunan berbasis Desa’ euphoria rakyat melawan marjinalisasi, melakukan pemantauan terhadap kebijakan daerah, pembaca diseret untuk optimis terhadap pemberdayaan masyarakat Desa. Desentralisasi yang telah bergulir pasca runtuhnya rezim totalitarian Orba menjadi tantangan sekaligus peluang yang harus dijawab langsung oleh masyrakat di pedesaan. Penulis adalah pemerhati-masalah-masalah pedesaan, selain itu juga aktif pada Front Mahasiswa Nasional, Yogyakarta. Beralamat di Sapen Jl.Bimokurdo No 51 Yogyakarta 55221. Tlp. 085 238 501 335. Rek BNI Cab UGM No 793 409 45 a/n M.Azhari

Tidak ada komentar: